KAHAR MUZAKKAR Sang Patriot yang Akhirnya Memberontak Pada Negara
Arteesid.com - Nama Abdul Kahar Muzakkar terukir dalam sejarah Indonesia dengan tinta paradoks. Di satu sisi, ia adalah pejuang kemerdekaan yang gigih dari tanah Sulawesi. Di sisi lain, ia adalah simbol pemberontakan regional terlama yang pernah dihadapi republik muda. Kisahnya adalah studi kasus klasik tentang bagaimana idealisme kedaerahan, kekecewaan politik, dan realitas konsolidasi negara baru dapat berbenturan secara tragis.
Perjalanan Kahar Muzakkar bukanlah hitam-putih. Ia adalah potret rumit seorang patriot yang merasa dikhianati, yang akhirnya memilih jalan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah pusat yang turut ia perjuangkan.
Bagian I: Api Perjuangan dari Luwu
Lahir di Luwu, Sulawesi Selatan, pada tahun 1921, Kahar Muzakkar tumbuh dalam gejolak zaman. Ia dikenal sebagai sosok pemuda cerdas, karismatik, namun juga keras kepala. Pendidikan awalnya di sekolah Muhammadiyah membentuk pandangan keislamannya yang kuat.
Ketika api revolusi kemerdekaan berkobar pasca-1945, Kahar tidak tinggal diam. Ia aktif dalam perjuangan gerilya melawan Belanda (NICA) di Sulawesi. Namanya mencuat sebagai pemimpin Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Ia piawai mengorganisasi laskar-laskar rakyat yang tersebar di pedalaman.
Bagi para pengikutnya, Kahar adalah simbol perlawanan dan harga diri rakyat Sulawesi. Ia memimpin mereka dalam pertempuran sengit, menanamkan semangat jihad melawan penjajah. Dedikasinya pada kemerdekaan tak perlu diragukan; ia adalah patriot di garis depan.
Bagian II: Titik Patah di Meja Reorganisasi
Bentrokan fatal itu dimulai bukan dengan peluru, melainkan dengan birokrasi. Setelah pengakuan kedaulatan pada akhir 1949, Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS)—yang kemudian menjadi RI—memulai program berat: rasionalisasi dan reorganisasi tentara.
Semua laskar rakyat, termasuk yang dipimpin Kahar, harus dilebur ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kelak menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di sinilah letak masalahnya.
Kahar Muzakkar memimpin sekitar 10.000 gerilyawan yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Ia memiliki tuntutan yang jelas kepada Jakarta:
Seluruh anggota KGSS harus diterima menjadi anggota APRIS.
Mereka ingin dibentuk dalam satu brigade tersendiri, yakni Brigade Hasanuddin.
Kahar Muzakkar sendiri yang harus menjadi komandan brigade tersebut, dengan pangkat Letnan Kolonel.
Penolakan dari Jakarta
Pemerintah pusat, yang dimotori oleh A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), menolak tuntutan tersebut. Bagi Jakarta, tentara profesional harus didasarkan pada standar pendidikan formal dan pelatihan militer standar (banyak perwira inti TNI saat itu berlatar belakang KNIL atau PETA), bukan sekadar pengalaman gerilya.
Pemerintah hanya mau menerima anggota KGSS secara individual dan melalui seleksi ketat. Tawaran kompromi diajukan: Kahar ditawari pangkat Letnan Kolonel, namun ditempatkan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) di Jakarta, jauh dari pasukannya.
Bagi Kahar, ini adalah penghinaan. Ia dan pasukannya merasa telah berjuang, berdarah-darah mengusir Belanda, namun kini disingkirkan oleh "tentara salon" di Jakarta yang tidak memahami pahitnya perang gerilya. Mereka merasa perjuangan mereka tidak dihargai.
Bagian III: Dari Hutan ke Bendera DI/TII
Merasa dikhianati dan tersingkir, Kahar Muzakkar membuat pilihan drastis. Pada April 1950, ia menolak tawaran Jakarta dan memutuskan "turun gunung"—atau lebih tepatnya, kembali ke hutan—bersama para pengikutnya yang setia.
Awalnya, gerakan Kahar murni bersifat protes regional dan kekecewaan militer. Ia menuntut otonomi yang lebih besar bagi Sulawesi dan penghargaan atas jasa para gerilyawan. Namun, isolasi dan tekanan dari operasi militer pemerintah pusat mendorongnya ke arah yang lebih ideologis.
Pada 7 Agustus 1953, Kahar Muzakkar mengambil langkah yang mengubah statusnya dari seorang "pejuang kecewa" menjadi "pemberontak". Ia memproklamasikan bahwa Sulawesi Selatan adalah bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) yang sebelumnya telah diproklamasikan oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat.
Gerakannya secara resmi bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Kahar diangkat menjadi Panglima Divisi IV TII. Perjuangan yang tadinya menuntut hak militer, kini berubah menjadi perjuangan ideologis untuk mendirikan negara berdasarkan syariat Islam, terpisah dari Republik Indonesia yang dianggapnya sekuler.
Bagian IV: Perang Gerilya Panjang dan Akhir di Sungai Lasolo
Pemberontakan DI/TII di bawah Kahar Muzakkar berlangsung sangat lama, bertahan selama 15 tahun (1950-1965). Ia menerapkan taktik gerilya yang brilian, memanfaatkan medan hutan dan pegunungan Sulawesi yang ia kuasai, serta dukungan kuat (seringkali di bawah paksaan) dari basis massa di pedesaan.
Pemerintah pusat silih berganti melancarkan operasi militer (seperti Operasi Kilat dan Operasi Tumpas) untuk menaklukkannya, namun selalu gagal. Kahar licin seperti belut.
Namun, kekuatan gerilya akhirnya terkikis. Perselisihan internal, tekanan militer TNI yang semakin intensif di bawah komando Jenderal M. Jusuf (yang ironisnya juga putra Sulawesi), dan kelelahan rakyat membuat ruang gerak Kahar semakin sempit.
Pada 3 Februari 1965, dalam sebuah penyergapan Operasi Tumpas oleh Batalion 330/Kujang I dari Divisi Siliwangi, pelarian Kahar Muzakkar berakhir. Ia tewas tertembak di tepi Sungai Lasolo, Sulawesi Tenggara. Jasadnya dilaporkan diterbangkan ke Makassar untuk diidentifikasi sebelum dimakamkan di lokasi yang dirahasiakan oleh militer untuk mencegah makamnya dijadikan simbol perlawanan baru.
Kematian Kahar menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Namun, kisahnya tetap menjadi memori kolektif yang kompleks: seorang pahlawan revolusi yang berbelok menjadi musuh negara, didorong oleh apa yang ia yakini sebagai pengkhianatan atas idealismenya.
SUMBER DAN REFERENSI UTAMA
Kisah ini disarikan dari berbagai catatan sejarah dan analisis akademik. Berikut adalah beberapa sumber kunci yang mengulas fenomena Kahar Muzakkar:




.jpg
)

.jpg
)
.jpg)
.jpg)
.jpg)


.jpg)

.jpg)





.jpg)

































