Mahad Al-Zaytun, Kampus Hijau yang Menjiwai Alam: “Bukan Sekadar Asri, Tapi Menghidupkan Lingkungan”


 Arteesid.com - Suasana teduh dan segar langsung terasa begitu memasuki kawasan Kampus Mahad Al-Zaytun, Indramayu. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Hertin Kusbandia Surtikanti, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Bidang Toksikologi dan Biologi Lingkungan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), saat menjadi narasumber dalam program LognewsTV.

“Sejak sebelum masuk gerbang itu kiri kanan masih gersang dan panas. Tapi begitu masuk, rasanya adem, beda, seperti kota tersendiri,” tutur Prof. Hertin.
Ia mengaku takjub melihat tata ruang dan lingkungan kampus yang tertata rapi, rindang, dan terencana dengan baik. “Saya melihat banyak pohon jati emas tersusun rapi dan rindang. Itu betul-betul memberikan udara yang segar untuk suplai oksigen,” ujarnya.

Teknologi Hijau dan Kesadaran Ekologis

Mahad Al-Zaytun diketahui memiliki alat Big John, satu-satunya di Indonesia, yang digunakan untuk memindahkan pohon besar tanpa menebangnya. Menurut Prof. Hertin, hal ini menunjukkan tingkat kepedulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan.

“Biasanya pohon besar kalau dipindah bisa mati, tapi di sini semua tetap hidup. Artinya pengelola kampus benar-benar peduli terhadap lingkungan,” ungkapnya.

Kampus yang sudah berdiri selama 26 tahun ini memang dikenal sebagai institusi pendidikan yang menanamkan nilai-nilai ekologis secara menyeluruh, baik kepada pelajar, tenaga pendidik, maupun masyarakat sekitar.

Konsep Ekologi yang Saling Terlibat

Dalam pandangan Prof. Hertin, Mahad Al-Zaytun telah menerapkan konsep lingkungan interaktif atau yang ia sebut sebagai “aliran ketiga” dalam ekologi.

“Kalau aliran pertama, manusia dianggap paling berkuasa atas alam. Aliran kedua hanya mengakui interaksi antara manusia dan makhluk hidup. Nah, Al-Zaytun ini sudah masuk ke aliran ketiga, di mana manusia dan makhluk hidup saling membutuhkan dan saling terlibat,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pendekatan tersebut mencerminkan sikap menghargai setiap bentuk kehidupan. “Tanaman diajak bicara, hewan dipelihara dengan kasih sayang. Jadi manusia bukan penguasa, tapi bagian dari ekosistem,” tambahnya.

Pendidikan Terpadu Berbasis LSTEAM

Salah satu inovasi pendidikan yang dikembangkan Mahad Al-Zaytun adalah pendekatan LSTEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics). Pendekatan ini mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu untuk membentuk cara berpikir kritis, ilmiah, dan beretika terhadap lingkungan.

“Misalnya pelajar membuat proyek penyaringan air. Di situ ada unsur sains, teknologi, seni, dan matematika. Bahkan hukum dan etika juga dilibatkan, supaya mereka memahami tanggung jawab lingkungan secara menyeluruh,” ujar Prof. Hertin.

Menurutnya, sistem pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) seperti ini tidak hanya memberi pengetahuan teoritis, tetapi juga membentuk karakter pelajar sebagai pelaku perubahan lingkungan.

Eco enzim, Inovasi Ramah Lingkungan

Dalam simposium yang digelar di Mahad Al-Zaytun, Prof. Hertin juga membawakan tema “Peranan Ekoenzim dalam Integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi Green Campus.” Ia menjelaskan bahwa ekoenzim merupakan hasil fermentasi limbah organik yang bermanfaat untuk membersihkan lingkungan dan mengurangi limbah rumah tangga.

“Eco enzim ini bukan sekadar praktik laboratorium. Tujuannya adalah mengurangi limbah, mendaur ulang, dan memberi manfaat baru,” ujarnya.

Prof. Hertin berharap para pelajar yang sudah mempelajari konsep ekoenzim dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing.

“Kalau sudah paham dan mengajak orang lain berbuat, berarti sudah masuk golongan keempat, yaitu golongan yang mengimplementasikan. Itu yang kita butuhkan,” tegasnya.

Menjaga Air, Menjaga Kehidupan

Sebagai ahli toksikologi lingkungan, Prof. Hertin menekankan pentingnya menjaga kualitas air sebagai bagian dari keseimbangan ekosistem. “Air itu indikator paling mudah untuk melihat pencemaran. Kalau air kotor atau berbau, berarti sudah ada masalah,” ujarnya.

Ia pun mengapresiasi sistem water treatment yang dimiliki Mahad Al-Zaytun. “Di sini ada pengolahan air minum. Jadi penting menjaga limbah supaya alatnya tidak bekerja terlalu keras,” katanya.

Menurutnya, menjaga air berarti menjaga kehidupan karena air adalah sumber vital bagi seluruh makhluk hidup.

Model Kampus Hijau di Indonesia

Di akhir wawancara, Prof. Hertin menegaskan bahwa langkah Mahad Al-Zaytun merupakan wujud nyata dari amanat Pasal 28H Ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Di Mahad Al-Zaytun, bukan hanya manusia, tapi semua makhluk hidup berhak atas lingkungan yang baik dan sehat,” ujarnya.

Ia berharap kampus-kampus lain di Indonesia dapat mencontoh sistem pengelolaan lingkungan terpadu seperti di Mahad Al-Zaytun.

“Lingkungan yang sehat itu hak setiap orang. Kalau di sini bisa, di tempat lain juga pasti bisa,” pungkas Prof. Hertin. (Sahil untuk Indonesia)


Sumber : lognews

Baca Juga
Posting Komentar