5 Fakta Menarik Taman Nasional Tesso Nilo, Rumah Gajah Sumatra

Arteesid.com - Taman Nasional Tesso Nilo berada di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Dengan luas wilayah sebesar 81.793 hektare, taman nasional ini terbagi ke dalam enam zona yang berbeda. Zona pertama adalah zona rehabilitasi dengan luas 55.997,94 hektare. Kedua, zona pemanfaatan dengan luas 2.308,1 hektare. Ketiga, zona rimba dengan luas 16.654,39 hektare. Keempat, zona inti dengan luas 6.101,49 hektare. Kelima, zona tradisional dengan luas 674,31 hektare. Dan terakhir, ada zona religi dengan luas 55,77 hektare.
Sebelum tahun 1986, wilayah yang kini menjadi Taman Nasional Tesso Nilo dikelola oleh perusahaan berdasarkan Hak Penguasaan Hutan. Pada tahun 2001, usulan untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai kawasan konservasi diajukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau dan WWF Indonesia. Pada 19 Juli 2004, wilayah ini resmi diubah menjadi Taman Nasional Tesso Nilo. Saat awal diresmikan, luas area sekitar 38.576 hektare, namun jumlah itu terus bertambah hingga saat ini.
Bukan Sekadar Rumah Bagi Gajah Sumatra

Taman Nasional Tesso Nilo memang diharapkan sebagai kawasan konservasi gajah sumatra yang populasinya semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan catatan, ada sekitar 60—80 ekor gajah sumatra yang hidup di sana. Namun, sumber lain memperkirakan bahwa jumlahnya bisa mencapai 150-an ekor. Selain gajah, ada juga penghuni lain seperti harimau sumatra, 30 jenis mamalia, 50 jenis burung, 115 jenis pohon, 9 jenis tanaman anggrek, 3 jenis kantong semar, dan 20 jenis pohon rotan.
Selain makhluk hidup, Taman Nasional Tesso Nilo juga kaya akan bentang alam yang berbeda. Ada sekitar 10 hulu anak sungai yang mengalir ke Sungai Kampar dan bentangan hutan hujan alami sekitar 6.500 hektare di sepanjang wilayah konservasi. Keberadaan dua tempat itu jadi pertanda kalau wilayah Tesso Nilo masih berperan sebagai penangkap dan penyimpan air alami yang nantinya dapat dimanfaatkan seluruh makhluk hidup di sekitar, termasuk manusia.
Wilayah Konservasi Sekaligus Wisata Alam

Saat ini, Taman Nasional Tesso Nilo dikelola dengan tiga prioritas utama, yakni pelestarian hutan primer beserta ekosistem di dalamnya, restorasi dan rehabilitasi hutan yang pernah terdampak, serta penertiban wilayah perkebunan sawit maupun hutan produksi lainnya agar lebih patuh terhadap hukum yang berlaku. Selain upaya konservasi ini, Taman Nasional Tesso Nilo juga hadir sebagai kawasan wisata edukatif bagi masyarakat umum. Tujuannya supaya memberi edukasi tentang fungsi taman nasional serta pengalaman baru nan unik ketika berinteraksi dengan penghuni ekosistem yang ada di sana, khususnya gajah.
Pengunjung dapat melakukan trekking untuk mengamati hewan liar serta mengambil foto untuk mengabadikan momen berada di hutan tropis yang masih alami. Ditambah lagi, ada area khusus untuk pengunjung berkemah sekaligus melihat gajah sumatra dari dekat. Agar wisata lebih bermakna, disediakan pula tempat pendidikan konservasi dan penelitian yang dapat disambangi kapan saja.
Masalah yang Sedang Dialami Taman Nasional Tesso Nilo

Meski statusnya sudah menjadi taman nasional yang dilindungi pemerintah daerah dan pusat, Taman Nasional Tesso Nilo masih tetap diliputi masalah. Salah satu masalah utama adalah kerusakan hutan akibat penebangan liar untuk alih fungsi lahan, khususnya perkebunan sawit. Perubahan lanskap hutan di pulau Sumatra, khususnya Taman Nasional Tesso Nilo, terjadi secara perlahan tapi dalam jangka waktu yang panjang.
Hasilnya, pola pergerakan gajah di sana jadi berubah karena ruang gerak yang semakin kecil sehingga semakin sulit pula untuk mencari makan. Selain itu, kantung gajah pun jadi semakin terfragmentasi yang membuat mereka semakin rentan. Masalah kerusakan hutan alami itu semakin diperparah dengan polemik antara masyarakat sekitar Taman Nasional Tesso Nilo. Polemik yang dimaksud adalah dinamika sosial-ekonomi antara petugas penjaga taman nasional dengan orang-orang yang mengaku sebagai penduduk sekitar taman nasional.
Masa Depan Taman Nasional Tesso Nilo

Faktanya, kerusakan hutan yang terjadi di pulau Sumatra itu tak hanya terjadi di Tesso Nilo saja. Semakin maraknya pembukaan lahan liar dari pihak-pihak tak bertanggung jawab jadi sinyal kalau segenap elemen harus bersatu untuk menjaga kelestarian alam di sana, khususnya Taman Nasional Tesso Nilo. Perbaikan atas kerusakan alam itu bukan tugas yang mudah, apalagi cepat. Bayangkan saja, satu kawasan bekas tambang yang direhabilitasi itu baru menunjukkan hasil awal setelah 15—25 tahun setelah rehabilitasi pertama dilakukan.
Prof. Tati Suryati Syamsudin mengingatkan kalau konservasi itu harus melibatkan pengelola kawasan, pemerintah, masyarakat umum, tim peneliti, dan organisasi nonpemerintah. Setiap pihak bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing-masing. Kerja sama itu merupakan komitmen yang harus dijaga supaya kita dapat menjamin keberlanjutan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo. Jika berhasil, tak hanya hutan dan populasi hewan yang lebih meningkat, tapi ada pula potensi pemberdayaan masyarakat berbasis riset dan konservasi alam.



.jpg
)


.jpg)






